Senin, 21 Juni 2010 | 19:31 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Lima tahun terakhir, sektor tunggal putra Indonesia didominasi tiga nama: Taufik Hidayat, Sony Dwi Kuncoro, dan Simon Santoso.
Setahun belakangan, muncul nama baru, Dionysius Hayom Rumbaka. Setelah beberapa waktu hanya berkutat di regional Jawa Tengah, nama Hayom mulai berkesempatan masuk jajaran elite dunia.
Penampilan Dionysius Hayom Rumbaka dalam debut pertamanya saat Piala Thomas di Kuala Lumpur, Malaysia, cukup menggembirakan. Dia mendapat kesempatan bermain meskipun hanya sekali. Ia pun meraih kemenangan atas pemain Australia, Stuart Gomez.
Untung Hayom dapat kesempatan tampil meskipun hanya sekali sehingga dia bisa merasakan bagaimana tampil dalam kejuaraan beregu itu. Hal ini penting bagi pemain muda seperti dia sehingga ke depan bila ditampilkan lagi sudah mempunyai modal bertanding.
Prestasinya cukup menggembirakan. Hal itu ditandai dengan raihan beberapa gelar juara internasional tahun lalu. Umurnya belum genap 22 tahun. Namun, bila mendapatkan banyak kesempatan untuk bertanding, maka Hayom diprediksi akan menjadi salah satu bintang masa depan Indonesia.
Postur tubuhnya, yang mencapai tinggi badan 182 sentimeter, tentu menjadi salah satu modal untuk berprestasi. Pemain PB Djarum yang kini telah menghuni pelatnas ini dikenal sebagai salah satu pemain yang mempunyai smes keras dan sedikit ofensif. Pemain yang bercita-cita masuk Angkatan Udara jika tidak berkarier di bulu tangkis ini juga mempunyai permainan net yang baik.
Memang, pemain berwajah ganteng ini baru membuktikan diri pada turnamen menengah, seperti Banuinvest International Series di Romania, Maret tahun lalu. Gelar juara lainnya adalah Australia Open Grand Prix dan Indonesia Challenge. Tantangan Hayom ke depan tentu lebih berat, mengingat perjalanan kariernya masih panjang dan persaingan sangat ketat.
Satu tantangan terdekat adalah Djarum Indonesia Open yang digelar di Istora Gelora Bung Karno. Tahun lalu, pemain yang lahir 22 Oktober 1988 itu tidak mampu lolos kualifikasi.
Kini, dengan bekal juara di beberapa turnamen internasional dan pengalamannya bertanding di turnamen besar lainnya, seperti All England dan Swiss Terbuka, dia berharap dapat mencapai prestasi yang lebih baik lagi. “Tentu keinginan saya juara. Tetapi itu tentu berat. Satu demi satu dulu, dan lihat hasil undiannya juga. Kalau bertemu pemain unggulan tentu sulit. Namun, saat ini saya jauh lebih siap,” kata Hayom, yang mempunyai hobi sepak bola ini. Selain bermain bulu tangkis, dia juga lihai bermain sepak bola.
Pemain yang mengidolakan Taufik Hidayat itu hanya mampu bertahan pada babak pertama di All England dan babak kedua di Swiss Terbuka 2010. Saat itu, dia harus mengakui kehebatan dua pemain terbaik China, Chen Jin dan Chen Long. “Kalah dengan rubber game. Saya telah belajar banyak dari kekalahan itu,” ujar pemain yang menyukai pecel lele ini.
Jalan menjadi salah satu pemain terbaik di Indonesia cukup panjang. Dia mengenal bulu tangkis saat kelas III SD di Kanisius Wates, Kulon Progo, DI Yogyakarta. Melihat bakatnya, dia dimasukkan ke klub bulu tangkis Pancing Sembada di GOR Pangukan, Sleman, DIY. Jarak sekitar 25 kilometer harus dia tempuh dari rumahnya ke Sleman.
Namun, menginjak kelas VI SD, dia pindah ke klub di Pikiran Rakyat di Tasikmalaya, Jawa Barat. Saat memasuki kelas II SMP, orangtua Hayom membawanya kembali ke Pancing hingga 2005. Setelah itu, dia kembali ke kampung halamannya hingga akhirnya pindah ke PB Djarum di Kudus pada 2005.
Di salah satu klub terbesar di Indonesia ini, pemain kelahiran 22 Oktober 1988 tersebut seperti menemukan apa yang dia harapkan. Pelatih hebat dan juga kesempatan bertanding di luar negeri sangat besar. Di bawah binaan mantan pemain asal China, Fang Kai Xiang, dia digembleng dengan keras sehingga lahirlah beberapa gelar juara. (/*)